Rabu, 21 November 2012

Cerpen - Buku Itu Aku Pinjam

            “Lain kali hati-hati,” sosok tersebut berkata dengan lembut yang diikuti bayangan aneh yang berada tepat di belakangnya.
Sosok itu tersenyum padaku meskipun senyuman tersebut tidak bisa kupandang dengan mata cemerlangku. Sekejap kilat langsung kupasang kacamataku, tak mau melepaskan pandangan yang misterius tersebut. Sosok tersebut memiliki rambut yang lurus agak sedikit acak-acakan menutupi bagian kepala hingga leher. Sosok tersebut berbalik dan alangkah terkejutnya aku layaknya tersambar petir. Sosok yang kulihat tadi adalah seorang laki-laki dengan tampang yang mengagumkan seperti artis-artis korea yang ada di zaman sekarang yang membuatku ingin muntah melihat mukanya. Dengan memberanikan diri kutarik nafasku agar keadaanku kembali lebih baik. Lalu kudekati sosok tersebut dengan perlahan.
“Emm… Maaf, Kak. Untuk yang tadi saya benar-benar berterima kasih sekali.”
“Sama-sama, Dik. Sudah sepantasnya kita sesama umat manusia harus saling tolong menolong. Lain kali hati-hati kalau jalan. Kakak sarankan lebih baik pakai lensa kontak saja supaya lebih enak,” lelaki tersebut membalas dengan ramah.
Hatikupun merasakan sedikit kejanggalan yang melekat dalam benakku. Suara yang tadi kudengar sangat jelas sekali berbeda dengan suara yang barusan kudengar. “Jelas-jelas tadi suara perempuan. Tapi kok sekarang berubah jadi laki-laki. Apa jangan-jangan lelaki ini memiliki kepribadian ganda? Ataukah hanya perasaanku saja?”
“Ada apa, Dik? Kok bengong gitu?” Tanyanya dengan muka yang bingung.
“Ah, tidak apa-apa kok, Kak. Kalau begitu saya permisi dulu.”
Dengan cepat kuambil langkah seribu menuju ke sekolahku yang telah lama menungguku. Raja surya yang tadinya berpesona seketika menutupi dirinya dengan selimut awan. Tak lupa dari kejauhan kulihat lagi orang yang tadi sudah mengulurkan tangannya untukku. Sekarang tampak dengan jelas dalam mobil yang ditumpanginya sosok wanita yang berpesolek rupawan dengan sebuah buku kecilnya yang terlihat sangat tua. Hatiku kecilku berkata apakah suaranya lah yang aku dengar.
***
Seperti biasa, suasana taman ria selalu menemani hari-hariku di kelasku yang tercinta saat guru tak ada di kelas. Sapu–sapu sudah dianggapkan pedang di film-film bajak laut yang sering aku tonton. Papan tulis selalu diperlakukan seenaknya dengan gambar-gambar yang merusak pemandangan. Sumber daya kapur pun mulai menipis tak seimbang dengan sumber daya siswa yang menggunakannya. Telah berulang kali kubolak-balikan lembaran buku matematika yang telah usang dan penuh coretan-coretan tinta yang membelit bak cacing yang kepanasan. Aku hanya duduk terdiam membatu di depan buku itu tidak mempedulikan keadaan sekitarnya yang serasa pasar obral. Aku pun mulai bosan dan segera beranjak dari tempat dudukku dan meninggalkan kelas yang rusuh tersebut menuju ke perpustakaan, tempat favoritku.
“Bu, buku novel Negeri Lima Menara sudah dikembalikan, belum?” tanyaku dengan ramah kepada penjaga perpustakaan.
“Maaf, Nak. Buku tersebut masih dipinjam dan sampai sekarang belum dikembalikan.”
“Memangnya siapa Bu yang meminjam sampai selama ini? Padahal novel tersebut sudah lama aku ingin membacanya,” kataku agak sedikit kecewa.
“Gadis yang ada disebelah sana!” tunjuk Ibu itu ke sudut pojok perpustakaan.
Diantara sudut-sudut buku yang ada dipojok perpustakaan tampak sesosok wanita anggun yang dengan seriusnya membaca buku yang ada di depannya yang seakan-akan terhipnotis sehingga tak menyadari kehadiran diriku yang perlahan mendekatinya. Kupandangi seksama wanita tersebut yang dililit oleh kabel-kabel yang menghiasai lehernya dan menjalar hingga ke daun telinganya yang ditutupi rambut ikalnya yang panjang dan mengembang.
“Maaf, apa kau yang meminjam novel Negeri Lima Menara?”
Tak ada balasan dari gadis itu. Bahkan satu sentipun matanya tak berpaling menoleh ke arahku. Aku pun menyerah karena aku tak mau sedikit pun mengganggu konsentrasinya. Kuamati buku yang sedang dibacanya, Negeri Lima Menara. Jelas sekali judul buku yang dibacanya adalah novel yang selama ini aku cari-cari sampai menunggu berabad-abad. Mataku terpaku pada buku lusuh yang ada di depannya. Buku tersebut sangat asing bagiku dan terlihat benar-benar tak diurus. Aku mulai penasaran dengan buku tersebut dan kucoba untuk menggapainya.
Tanpa kusadari ditolehkannya mukanya kepadaku dengan sedikit kaget, “Ada perlu apa?”
“Maaf, aku telah lancang ingin mengambil bukumu. Sepertinya buku ini menarik. Boleh aku pinjam?” Jawabku dengan salah tingkah.
“Tidak boleh, ini bukuku. Jangan sampai sekalipun kau membacanya.”
“Maaf kalau begitu,” jawabku dengan sedikit gugup. “Ngomong-ngomong apa kita pernah bertemu? Sepertinya aku mengenalmu?”
“Oh ya aku ingat. Kamu kan cowok yang kehilangan kacamatanya kemarin, kan?”
“Oh jadi kamu yang kemarin nolongin aku. Makasih banget ya. Maaf ya aku tidak sempat melihat mukamu kemarin. Aku tak terlalu mengenalimu. Lantas siapa lelaki yang bersamamu itu?”
“Oh itu bukan siapa-siapa,” katanya sambil tertawa. “Nama kamu siapa? Aku Rani.”
“Aku Damar. Senang berkenalan denganmu. Ngomong-ngomong ini buku apa sebenarnya? Kenapa kau tak membolehkanku meminjamnya?”
“It’s secret,” katanya sambil mengedipkan mata. “Suatu saat aku akan meminjamkannya kepadamu, kau hanya cukup bersabar.”
Kamipun melakukan percakapan sederhana dan mengenal satu sama lain. Tali persahabatan ini pun dapat diputuskan dengan hanya bunyi bel yang sederhana menarik perhatian seluruh siswa untuk kembali ke habitatnya. Semenjak saat itu aku pun lebih sering mengunjungi perpustakaan dan selalu bertemu dengannya dan menjalin keakraban. Tapi tetap saja buku lusuh yang dibawanya setiap hari itu menjadi hal yang misterius dari gadis itu.
***
            Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan bahkan tahun berganti tahun rasanya menunggu kehadirannya yang tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Sudah lama tak kujumpai sosok sahabat yang telah biasa menempatkan dirinya di perpustakaan. Lama-kelamaan kurasakan benih cinta sudah tumbuh kedalam lubuk hatiku.
Kuusir kebosananku dengan mencari buku-buku yang telah lama tak kusentuh. Instingku pun berkata untuk melangkah ke suatu tempat asing, tempat yang telah lama terkunci diasingkan oleh kalangan siswa. Perlahan kubuka pintu tersebut dan kudapati sebuah ruang kecil yang berdebu dengan udara yang mencekik leher. Langkah kakiku pun melangkah seenaknya menuju ke suatu kotak mungil berbentuk kotak harta karun. Kubuka kotak tersebut dan kutemukan sebuah buku mungil yang usang berdebu dan sangat lusuh. Kuamati dengan seksama buku tersebut, buku itu sangat mirip dengan buku yang selalu dibawa gadis misterius tersebut. Karena penasaran aku pun berniat membawa buku tersebut pulang ke gubuk kecilku.
            “Bu, Aku pinjam buku ini yang ada di dalam gudang.”
            Penjaga perpustakaan tersebut hanya mengkerutkan dahinya dan menampangkan wajah yang sedikit bingung, “Kau boleh ambil buku itu jika kau mau.”
            Dalam perjalanan pulangku, aku selalu dihantui dengan perasaan yang aneh. Pikiranku mulai menjadi keruh dan berpikir hal yang aneh tentang Rani, “Kenapa buku ini bisa ada di gudang? Bukankah ini buku milik Rani? Kenapa dia tinggalkan di perpus?”
            Kubuang rasa penasaranku dan mulai berpositif thinking. Dari jauh aku hanya bisa melihat mobil yang berlalu lalang melintasi jalan kota. Salah satu mobil membuatku tak berhenti menatapnya. Dengan muka yang terkejut setengah mati, kulihat salah satu wajah yang tertutup oleh kilauan sang surya di dalam mobil. Dengan langkah kuda, mobil itu pun hilang dari hadapanku yang tak lagi memberikan  ku kesempatan untuk mengetahui wajah tersebut. Tapi dalam benakku berkata, “Bukankah itu Rani?”
***
            Telah sejuta kali kulirik handphone menunggu balasan dari sang pujaan hati yang sudah lama tidak kutemui. Tiba-tiba kuteringat dengan buku yang telah kupinjam di perpustakaan. Kuamati dengan seksama buku tersebut dan tak ada hal yang menarik dari sampulnya. Akupun semakin penasaran dan membuka halaman pertama.
Waktu akan terus berputar dan tak akan pernah kembali. Hanya penyesalan yang didapat meskipun tangisan darah akan menetes. Hanya ada beberapa kali kesempatan yang kau punya untuk menuju kesunyian diri.
            Kata-kata yang pertama kubuka saat membuka buku tersebut yang semakin membuat kepalaku berisi pertanyaan aneh. Dengan membuka lembaran kedua benakku berkata akan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah menghantuiku. Tanpa ragu kubuka lembaran selanjutnya dan yang tersisa hanyalah halaman kosong dengan kertasnya yang lusam.
            “Buku yang aneh, tapi kenapa Rani tidak membolehkanku membacanya?”
            Dengan memanfaatkan bakat menulisku yang sudah sangat dipuji oleh teman-teman dan guru-guruku, Kucurahkan semua perasaanku yang telah kualami selama ini. Dengan lincah tinta penaku merajut kertas lusuh tersebut, menceritakan wanita yang telah lama kucintai. Tiba-tiba sesuatu bedering mengagetkan jantungku. Kulirik handphoneku dan kudapati sebuah pesan yang sudah lama tak kunjung tiba, dari sahabatku Rani.
Maafkan aku selama ini telah menghilang, bisakah kau menemuiku di taman sekarang.
            Dengan bingung kuayunkan sepedaku menerobos angin malam yang menusuk tulang. Di taman kudapati seorang gadis yang duduk anggun.  Kuhampiri dia dengan hati-hati dan kulihat senyumnya yang menawan menghiasi malam yang sunyi ini.
            “Lupakanlah aku. Jangan pernah cari aku,” kata-katanya memecahkan keheningan.
            “Apa maksudmu? Kenapa kau tiba-tiba…”
            “Aku tidak bisa menjelaskannya kepadamu. Ini terlalu menyakitkan untuk diceritakan.” katanya diiringi isakan tangisan air matanya.
            “Aku tak mengerti, Kenapa kau lakukan ini padaku. Asal kamu tahu, Aku menyukaimu,” kataku berterus terang.
            Rani kaget dan berhenti dari isakannya. Kemudian dia menatapku dengan tajam seperti hewan buas yang akan siap menerkam mangsanya, “Sudah terlambat.”
            Sebuah mobilpun berhenti menurunkan lelaki berambut gondrong yang telah menolongku. Lelaki itu menghampiri dan merangkul Rani dan membawanya masuk ke mobil. Aku tidak bisa lagi berpikir jernih, Lelaki itulah yang pasti menjadi alasannya pergi dari hidupku. Aku terjatuh tak berdaya hanya bisa menangisi kepergian gadis yang kucintai. Bayangannya masih mebekas dalam memoriku dan perlahan semuanya sirna ditutupi oleh hujan deras yang turun mengikuti suasana hatiku.
***
            Kulampiaskan rasa sedihku dengan botol-botol yang berbau tak sedap. Sudah kuhabiskan 2 botol minuman alkohol yang tersimpan di ruang kerja ayahku yang sedang berada di luar kota. Akupun mulai mabuk dan bayangan Rani kembali membekas di kepalaku dan tak bisa kulupakan. Tanpa sengaja salah satu botol tertumpah tersenggol oleh tanganku. Airnya pun mengalir bak sungai yang deras dan menetes di buku milik Rani. Fenomena aneh terjadi, buku kosong yang telah lama tak berbekas mulai menunjukkan jati dirinya. Aku hanya bisa melihat buku tersebut dengan tatapan kosong. Segala kemisteriusan dari gadis itu pun terbongkar. Lembar demi lembar kuamati yang menuntunku ke isi hati Rani yang sebenarnya.
            “Rani, kenapa kau rahasiakan semua ini,” benakku dalam hati.
            Dengan cepat kuambil sepedaku dan mencari kebenaran dari Rani. Dengan kepala yang sedikit pusing kuayunkan sepedaku menerobos angin malam dan melewati mobil-mobil yang berlalu lalang. Beberapa mobil yang ku lewati hampir membuatku kehilangan hidupku. Dengan nafas yang tergopoh-gopoh, aku tiba ke sebuah gedung yang megah yang banyak di kerumuni banyak orang yang memerlukan kebutuhan nyawanya. Cukup dengan langkah kilatku, kutemukan Rani yang tertidur dengan pulasnya di dalam ruangan yang sedingin kutub utara. Semua orang hanya bisa terdiam dengan kedatanganku dan tak bisa menghentikan keringat yang keluar dari bola mata.
            Kuhampiri tubuh Rani yang mulai membeku, “Hei, Ran. Ini aku sahabatmu. Maafkan aku, aku telah melanggar kata-katamu untuk tidak menemuimu. Tolonglah bangun untukku,” air mataku tak dapat berhenti mengalir.
“Sudahlah, Dik. Biarkanlah dia pergi dengan damai,” lelaki berambut gondrong itu yang rupanya adalah kakak Rani mencoba menenangkanku.
Aku berusaha tenang dan pergi dari ruang tersebut. Kubuka lagi buku yang telah diam-diam kupinjam dari Rani yang tersimpan di perpustakaan. Di buku tersebut sangat jelas Rani sudah menderita penyakit kanker sebelum dia bertemu dengannya. Tapi, aku tetap kagum dengan kegigihan Rani melawan penyakit itu. Akupun membuka lembar terakhir yang ditulis Rani.
Sakit rasanya Ya Tuhan harus menanggung beban ini, saya sudah tidak sanggup lagi. Tapi, aku akan mencoba tegar menghadapi takdirku ini. Meskipun Damar tidak bisa kumiliki, dia cukup ada di dalam hatiku dan aku selalu menjadi pengobat dari rasa sakit yang kuderita ini. Mungkin dia adalah orang yang kucintai di dunia ini. Tapi rasa cintaku kepadamu tidak akan bisa menyainginya. Biarkanlah takdir yang akan membawa ke tujuan hidupku. Aku yakin Engkau akan berikan yang terbaik untukku. Semoga nanti dia dapat menemukan buku ini dan mengetahui segalanya jika dia memang jodohku. Kutitipkan buku ini padamu Ya Tuhan.
Kutangisi kata-kata terakhir yang ada di buku misterius Rani. Dengan penyakit yang dia derita, dia tetap saja masih bisa bertaqwa kepada Tuhan bahkan tawakal untuk menemukan jodohnya. Tak ada satu kata pun penyesalannya dalam menghadapi cobaan ini, bahkan dia berusaha untuk menjalaninya. Rani benar-benar dapat mengendalikan nafsunya sehingga ia bisa tertidur dengan damai di dekat orang-orang yang di cintainya. Aku pun bertekad akan selalu mencoba untuk menjadi seperti Rani dan tidak akan pernah melupakan Tuhan. Kunci dari hidup ini adalah dapat mengendalikan hawa nafsu sehingga pada akhir hayat kita bisa meninggalkan dunia ini dengan penuh senyuman.
Kututup buku itu dan aku pun kembali ke ruangan yang penuh duka tersebut. Kuletakkan buku tersebut dalam rangkulan Rani yang sudah tertidur dengan lelap. Aku hanya dapat menitipkan harapan dari buku yang kupinjam untuk  berbagi kisahku padanya.

2 komentar:

  1. menyentuhh
    hehehehe

    kata-katanya mudah dicerna koq tapi diakhir nya sudah mulai kebingungan....


    samalah kita madhan....
    wkwkw

    BalasHapus
  2. komen..
    huaaa............
    keren.
    kpn2 bkin yg castnyo aku ye, man.. :D
    tapi jgn sad.. :)

    BalasHapus