Rabu, 23 Januari 2013

Flash Fiction - Pengamen

"Macet", Kata itu merupakan kata yang paling kubenci. Bayangkan saja setiap hari selalu saja kulalui dengan bertemakan kata tersebut. Tiada hari tanpa macet, Mungkin itu lah slogan yang cocok kualami dalam mengisi hidupku ini.

Sudah berjam-jam kutunggu langkah kaki bis ini yang tak kunjung melangkah. Mataku perlahan-lahan mulai kehilangan kekuatannya untuk tetap bertahan, seperti lampu neon yang hanya tinggal 5 watt. Kulirik kembali jam yang menjulur tanganku, sekarang tepat pukul 18.00 WIB. Kutarik nafas panjang, malam ini sepertinya aku tak bisa makan malam bersama keluarga kembali.

Kucoba hilangkan kebosananku dengan mengeluarkan sepasang headset untuk menghiasi telingaku. Tak lama setelah itu, datanglah kedua lelaki muda dengan pakaian yang biasa saja. Wajah mereka terlihat lumayan tampan dan salah satunya membawa gitar yang menghiasi tubuhnya yang indah.

"Waktu yang tepat, semoga mereka bisa menghiburku ditengah kemacetan ini," gumamku mengurungkan diri untuk mendengarkan lagu melalui headsetku mungilku.

Mereka pun mulai memainkan alunan musik gitar dan nada-nada yang berirama dari mulut mereka. Mereka berdua terlihat sama saja. Yang memainkan gitar benar terlihat belum terlalu fasih memainkan gitarnya dan yang satunya menyanyikan lagu dengan suara yang begitu parau. Aku kecewa melihat aksi mereka dan mulai tertarik kembali kepada headset mungilku ini.

Baru tak lama mereka bernyanyi, kupandangi ke sekeliling barisan penumpang bis yang penuh sesak itu. Tampak setiap penumpang sudah bersiap dengan uang recehnya masing-masing. Bahkan salah satu dari mereka langsung memberikan uangnya tanpa mempedulikan lagu mereka yang masih terus berjalan. Aku mulai bingung dengan pandangan para penumpang yang dengan begitu cepat memberikan uang ke pengamen tersebut.

"Apakah ketampanan mereka yang membuat mereka dengan cepat memberikan uang?" gumamku dalam hati tak bisa berhenti memikirkannya.

Tak lama setelah itu, ada pengamen kembali naik ke atas bis yang kutumpangi. Sepertinya hari ini kemacetanku selalu ditemani oleh alunan musik pengamen. Kali ini aku tidak begitu tertarik. Tampang biasa saja dan aku tak mau kejadian yang sama seperti tadi.

Tapi, kali ini berbeda. Mereka memulai pertunjukan mereka dengan menyapa penumpang terlebih dahulu ditemani senyuman yang menghiasi wajah mereka. Kuputuskan untuk mendengar alunan musik mereka walaupun hanya sedikit. Alunan gitar mulai dilantunkan, nada-nada yang keluar benar-benar indah seperti melodi yang sedang menari yang menghibur hatiku. Ternyata tak hanya aku merasakannya, tapi semua juga menikmati musik mereka.

Aku menunggu mereka selesai bernyanyi dan segera mengeluarkan uang sebagai rasa terima kasihku. Kali ini pemandangan yang kulihat berbeda dari sebelumnya, orang-orang lebih memilih menikmati lagu mereka lalu memeberikan uangnya. Hanya saja uang yang dikeluarkan lebih besar dari sebelumnya.

"Terima kasih," ujar mereka saat aku memberikan uangku pada mereka. Sungguh disayangkan, kuharap mereka masih mau bernyanyi lagi untuk kami.

Akhirnya aku pun mengerti. Satu pelajaran yang bisa didapatkan adalah kita harus menampilkan yang terbaik dalam hidup ini agar mendapatkan yang terbaik pula. Tetapi prosesnya butuh lama, tidak seperti pengamen pertama yang dengan cepat mendapatkan uang dan tak bisa menghibur orang lain  tetapi hanya mendapatkan hasil yang lumayan.

0 komentar:

Posting Komentar